Author: Valdo L Finz
Genre: Fantasy, Adventure, Action, Romance, Ecchi, Comedy.
Main Menu: Click Here!
Prev Chapter: Click Here
ARTANIA
Chapter 05
Sword of Rebellion
“Jiii..” tatap Luna kepada Rain.
“Menyebalkan..” pikir Rain.
“Sepertinya Luna menyukaimu, Tuan!” ucap Crown di tengah tatapan Luna kepadanya.
“Menyukaiku darimana..” pikir Rain.
Lalu di tengah tatapan Luna yang tak menyenangkannya itu..
“Selamat datang di kerajaan Moonford!” ucap wanita yang bersama Luna itu, seakan menyambutnya.
Rain
mengalihkan pandangan dari Luna dan mulai memandang tempat itu. Memang
benar seperti di dalam pemikiran Rain, tempat ini sangat luas dan juga
besar.
Dengan designnya yang mewah, monumen patung-patung mengelilingi tempat itu. Lalu tak hanya cuma itu, ukiran-ukiran Graffiti indah terpampang di setiap sisinya. Lengkap sudah keindahan yang terpampang di dalam kerajaan itu.
Sejenak
di dalam keadaan mereka, Rain dan Crown ikut mengitari setiap sisi di
dalam kerajaan itu. Sama halnya dengan Rain, Crown memandang kerajaan
itu dengan ekspresi wajahnya yang terpukau.
Lalu karena terlalu terpukau dengan keadaan itu, tanpa sadar, Crown berkata..
“Indahnya!” teriak Crown.
Namun
di dalam keadaan itu, wanita yang mengajaknya untuk masuk itu hanya
tersenyum menanggapinya. Sepertinya sikap Crown itu sangat menyenangkan
di matanya. Itulah yang dipikirkan Rain ketika memandangnya.
Setelah
berhasil singgah di tempat yang ditujukan wanita itu, akhirnya mereka
menghentikan langkahnya sejenak. Lalu dengan ekspresi ramahnya, wanita
itu mempersilahkan mereka dengan duduk di sebuah sofa indah yang berada
di dalam pandangan mereka.
“Silahkan duduk!” ucap wanita itu mempersilahkan.
Tak
lama setelah ucapannya, Rain dan Crown mulai menduduki sofa yang
dipersilahkannya. Dan setelah itu, wanita itu ikut duduk tepat di
hadapan mereka bersama dengan Luna di sampingnya dan berkata..
“Sebelumnya,
aku belum memperkenalkan diri,” ungkapnya dengan senyuman, “namaku
Eartha Nightway, aku adalah pemilik sekaligus pemimpin di dalam daerah
kerajaan ini.”
“Menganggumkan!” ucap Crown ketika mendengar pernyataannya.
Rain
tertegun di dalam perkataannya, sementara Crown memandangnya dengan
ekspresi kagumnya. Mungkin bagi Crown, wanita itu terlihat hebat. Karena
bukan hanya penampilannya saja yang elegant, tetapi juga ia mempunyai
kerajaan dan kekuasaan yang besar.
Namun di dalam keadaan
itu, Luna hanya duduk terdiam di sampingnya dan memandang Crown dengan
wajah polosnya. Tapi semua itu berubah ketika memandang Rain. Sepertinya
Luna belum terbiasa memandang seorang pria, atau enggan memandangnya.
Itulah yang dipikirkan Rain ketika melihat ekspresinya.
Tapi Rain tak tinggal diam. Di tengah perkataan yang diucapkan Eartha, Rain bertanya kepadanya..
“Nona Eartha, bisakah anda memberitahu bagaimana caranya untuk keluar dari dunia ini?” tanyanya.
Mungkin pertanyaan Rain ini terlalu cepat, sehingga membuat Eartha tersentak ketika mendengarnya.
“Keluar dari dunia ini?” tanyanya dengan ekspresi herannya.
Tentu saja bagi Eartha pertanyaannya satu ini sangat membingungkannya.
Sangat membuatnya heran,
mungkin Rain terlihat aneh di matanya.
“Benar sekali, Nona,” jawab Rain, “aku dan Crown adalah player yang berasal dari dunia lain.”
Seketika
Rain mulai menghela nafasnya dan menjelaskan semuanya. Menceritakan
semuanya dari awal, tentang kejadian aneh yang menimpanya, beserta
dengan semua pengalamannya yang terjadi selama beberapa jam ini.
Ia
menceritakan pada saat ia menekan mouse menuju page hitam legam yang
bertuliskan nama dunia ini berserta dengan cahaya pekat yang menyinari
sudut kamarnya.
Kemudian tentang pengalamannya pada saat
memasuki dunia ini, bertarung dengan dinosaurus berkapak, hingga sampai
bertemu dengannya.
“Oh, jadi begitu..” gumam Eartha ketika
mendengar penjelasan Rain, “mungkin kalian adalah orang pilihan yang
dipanggil oleh para Æsir, dan Vanir.”
“Æsir, dan Vanir?!” pikir Rain.
“Maaf Nona, bisakah kau menjelaskan lebih detail tentang Æsir, dan Vanir?” tanya Rain di dalam penjelasannya.
Eartha terdiam sejenak di dalam keadaannya.
Terdiam seperti seseorang yang memikirkan sesuatu.
Mungkin pertanyaan Rain terlalu mendalam untuknya.
“Hmm, baiklah..” ungkapnya, ”kurasa aku akan menjelaskannya kepada kalian.”
Sejenak
di dalam keadaan itu, ia menyuruh Luna untuk pergi meninggalkannya.
Mungkin tindakannya itu dilakukan Eartha agar Luna tidak mendengarkan
pembicaraan yang akan diungkapkannya.
Lalu setelah memastikan Luna keluar dan pergi dari dalam ruangan itu, Eartha mulai menjelaskannya.
Dengan jelas dan panjang.
Menjelaskannya satu persatu.
“Dahulu,
jauh sebelum dunia ini diciptakan, dunia ini dikenal dengan adanya
sembilan dunia, yang mana dalam bagian dunia tersebut dihubungkan oleh
Pohon Yggdrasil atau sekarang sering disebut dengan The Roots of Artania,” jelasnya.
“Kesembilan dunia tersebut adalah Asgard, Vanaheim, Alfheim, Midgard, Jotunheimr, Svartalfheim, Niddhavellir, Niflheim, dan Muspellheim,” ungkap Eartha.
Rain
tertegun di dalam perkataan Eartha. Tapi masih dengan keadaannya yang
cermat, Rain terus memperhatikan dan mencerna setiap
perkataannya. Sementara Crown hanya membuang pandangannya dengan
ekspresi wajah yang terlihat menyesal.
“Apa yang sedang dipikirkannya?” pikir Rain ketika memandang Crown.
“Pada
zaman itu bisa dikatakan sudah terdapat manusia yang berusaha
bertahan hidup bersama dengan tiga golongan mahluk yang lebih berkuasa
daripada manusia,” jelasnya sambil menahan nafas dalam-dalam.
“Tiga golongan yang dimaksudkan adalah Æsir, Vanir, dan Entas.”
“Æsir,
dan Vanir, merupakan golongan yang sangat dekat dengan manusia, karena
merupakan golongan para dewa,” ungkapnya dengan wajahnya yang terus
memandang mereka, “dan terlebih lagi, Æsir, dan Vanir lah, yang
bersama-sama menciptakan alam semesta, dan mengatur kehidupan manusia
pada jaman itu, meskipun mereka pernah bertarung dengan sesama.”
“Namun
tetap saja ada perperangan pada masa itu,” jelas Eartha, “musuh para
Æsir dan Vanir pada saat itu adalah Entas atau monster yang sekarang
sering kita temui.”
Sejenak Eartha mengalihkan
pandangannya dari Crown dan Rain, lalu ia berdiri sejenak dan pergi di
dalam posisinya. Memang sikapnya itu sedikit membuat Rain bertanya-tanya
di dalam pikirannya.
Namun baru saja sesaat setelah
kepergiannya, Eartha membawakan sesuatu di dalam genggaman tangannya
yang membuat Rain terkejut. Rain melihatnya dengan penuh keterkejutan
dan memandanginya secara berulang-ulang. Sementara di dalam keadaan itu,
Crown hanya terperangah dengan ekspresinya yang menyesal.
“Apa dia sudah mengetahuinya?” pikir Rain ketika mengalihkan pandangannya sejenak.
“Ini
adalah gambar yang ditemukan olehku beberapa tahun yang lalu di dalam
kerajaan ini,” jelasnya, “kurasa gambar itu dibuat oleh pendahuluku pada
saat kejadian itu berlansung.”
“Lalu sejak saat itu, para
Æsir, dan Vanir memutuskan untuk melindungi kesembilan dunia, dengan
membaginya menjadi enam bagian kerajaan pada titik tersebut,” ucap
Eartha masih dengan penjelasan panjangnya, ”kemudian memanggil player
dari dunia lain untuk membantunya memerangi para Entas yang ada di dalam
dunia Artania ini.“
“Membagi titik menjadi enam kerajaan?” tanya Rain dengan ekspresi herannya.
“Itu
benar..” jawab Eartha di dalam pertanyaannya, “tak hanya sebatas itu,
di dalam usahanya, para Æsir, dan Vanir juga menciptakan enam Job master yang sangat kuat demi melindungi keenam kerajaan yang merupakan titik dari The Roots of Artania.”
Itu
adalah sebuah gambar yang memilukan. Sebuah gambar dengan ribuan Entas
yang sudah menghabisi populasi manusia. Terlihat beberapa gambar
mengerikan. Seperti dimana manusia berteriak, menangisi setiap mayat
yang telah mati, beserta dengan sebuah tumpukan mayat manusia yang telah
menggunung.
Rain sangat berharap,
bahwa gambar yang dilihatnya itu adalah kebohongan.
“Jadi mungkin saja, para Æsir, dan Vanir lah yang memanggil kalian untuk memasuki dunia ini,” jelas Eartha mengakhiri ceritanya.
Masih
dengan segudang pertanyaan, Rain memandang gambar itu. Tentu saja
pernyataan dari Eartha tak sedikit pun menguatkan pendapatnya. Maka
karena pemikiran itulah, akhirnya Rain berkata..
“Lalu
mengapa mereka memanggil kami?” tanyanya di dalam pandangan matanya
menuju Eartha, “bukannya kalian sudah cukup kuat untuk melawan para
monster-monster itu?”
Eartha membuang pandangannya sejenak
sambil menghela nafasnya. Dengan ekspresi wajahnya yang menyesal, ia
mengungkapkan perkataannya.
Dengan penuh penyesalan,
seperti seseorang yang tidak berdaya.
“Jika
saja itu bisa kami lakukan sejak dulu, maka kalian takkan berakhir
sampai pada dunia ini,” jelasnya dengan ekspresi wajahnya yang kecewa.
Kembali
Rain terdiam mendengar perkataannya. Tentu saja perkataan itu sangat
membekas dipikirannya. Terlebih lagi Rain berpikir, sampai kapan ia
memerangi semua para entas dan berhasil meninggalkan dunia ini.
Lalu di dalam pemikiran Rain itu,
Eartha kembali mengungkapkannya.
“Selama ini, kami tidak sanggup memerangi para Entas sendirian tanpa bantuan kalian para job master,“ ungkapnya.
Rain tertegun dan terus tertegun..
Terpaku, seperti seseorang yang memikirkan sesuatu.
Sepertinya perkataan Eartha membuat kepalanya berputar-putar.
“Lantas
apa yang terjadi jika kita tidak bisa melindungi titik dari kerajaan
tersebut?” tanya Rain di tengah pemikirannya yang berputar-putar.
Namun,
dengan wajahnya yang dingin..
ucapannya yang terdengar datar,
Eartha mengungkapkannya.
“Dunia ini akan lenyap..” jawabnya.
“Urgh,” ucap Rain tersentak dengan wajah cemasnya.
Sejenak
terlihat kekhawatiran di dalam wajah Crown ketika Eartha mengungkapkan
hal itu. Sama halnya dengan Rain, Rain tak henti-hentinya terdiam sambil
sesekali memandang Eartha.
“Namun itu bukanlah hal yang kami cemaskan sekarang,” ucap Eartha di tengah keterdiaman mereka.
“Maksud Nona?” tanya Rain di dalam perkataannya.
Kembali Eartha menjelaskan tanpa lelahnya.
Tanpa membuang pandangannya sedikit pun dari tatapan Rain.
“Beberapa tahun terakhir ini, kami menghadapi sesuatu yang sangat besar,” jelasnya.
“Sesuatu yang sangat besar?” tanya Rain di dalam perkataannya itu.
“Yah
seperti itulah,” jawab Eartha, “karena dalam beberapa tahun ini,
terdapat seseorang yang ingin menghancurkan The Roots of Artania dan
membantu para Entas memerangi para job master.”
“Memerangi para job master?” pikir Rain.
“Siapa dia?” tanya Rain spontan, “mengapa ia bertindak seperti itu?”
Eartha menghela nafasnya sejenak.
Sepertinya perkataan yang diucapkannya itu sangat berat untuknya.
“Dia
adalah salah satu kesatria dari keenam job master yang ada,” jawab
Eartha dengan ekspresi cemasnya, “dan dia menyebut dirinya HADES.”
“HADES?!” pekik Crown.
Rain
tersentak memandang Crown. Tentu sikapnya itu membuatnya terkejut dan
bertanya-tanya. Jelas saja, sejak tadi Crown hanya terdiam. Namun entah
mengapa setelah Eartha mengungkapkan perkataan itu, dia menjadi
tersentak.
“Ada apa, Crown?” tanya Rain di dalam keterkejutannya.
“Apa kau ini bodoh, Tuan?” tanyanya dengan ekspresi wajahnya yang mengejek.
Rain
tertegun di dalam perkataan Crown. Tentunya Rain tidak tahu apa maksud
dari perkataan Crown. Lalu karena hal itulah, akhirnya Rain bertanya..
“Bisakah
kau menjelaskannya lebih detail tentang itu, Crown?” tanya Rain di
dalam perkataan Crown, “sungguh, aku tidak mengerti.”
“Ya sudahlah..” hela Crown dengan ekspresi lelahnya.
Namun
sikap Rain itu tidak membuat Crown lelah, atau pun enggan untuk
menceritakannya. Dengan ekspresinya yang santai, Crown menjelaskannya.
“Apa
kau tidak ingat siapa lawan terkuat yang menguasai semua wilayah dalam
permainan terakhir kali yang kau mainkan itu, Tuan?” tanya Crown dengan
sebuah helaan nafas.
“Aku tidak ingat,” jawab Rain spontan.
“Dia
adalah HADES, Tuan!” jelasnya dengan sebuah acungan jari tangannya,
“satu-satunya user name dengan peringkat tertinggi yang mempunyai
julukan iblis terkuat.”
Rain tertegun di dalam perkataan
Crown. Tertegun dan terdiam, seolah berusaha untuk memikirkan semua
perkataan Crown. Tentunya Crown lebih mengetahuinya, karena selama ini
Rain tidak pernah memperhatikan peringkat yang diraihnya, apalagi
memperdulikannya.
Namun Rain mengetahuinya, jika ia ingin
menyelesaikan semuanya, Rain harus mengingat nama itu mulai saat ini.
Lalu di dalam perkataan Crown yang terdengar menyebalkan itu, kembali
Rain bertanya kepada Eartha..
“Lantas mengapa Hades ingin menghancurkan The Roots of Artania?” tanya Rain kepada Eartha.
“Aku
pun kurang begitu mengerti tentang maksudnya,” jawabnya dengan nada
yang parau, “namun yang pasti, yang kuketahui dalam beberapa tahun ini,
Hades telah menghancurkan tiga kerajaan yang menjadi enam titik dari The
Roots of Artania, serta berhasil melenyapkan ketiga job master yang
ada.”
Rain tersentak mendengar perkataan Eartha.
Tentu saja perkataannya itu sangat tak menyenangkan untuk didengar.
“Tunggu.. tunggu dulu.. apa maksudmu?” tanya Rain dengan wajah keterkejutannya, “melenyapkan ketiga job master?”
Sementara
di dalam keadaan itu, Crown hanya bisa terdiam. Terdiam dan terkejut
dengan wajahnya yang pucat pasi, tanpa bisa mengatakan apa pun.
Terkejut,
sampai-sampai Crown tak bisa berkata-kata di hadapannya.
“Itu
benar..” jawab Eartha kepada Rain, “sekarang, yang tersisa hanya ada
tiga kerajaan, termasuk dengan kerajaan ini, dan ketiga job master yang
terhitung dari kalian berdua.”
Rain tertunduk lemas di
dalam keadaannya. Dengan wajahnya yang penuh ketidak percayaan, ia
bersikap seperti itu. Mungkin tindakannya itu dilakukannya untuk
menutupi rasa keterkejutannya dari perkataan Eartha.
“Bagaimana mungkin..” pikir Rain.
“Bagaimana mungkin aku bisa mengalahkannya, sementara selama ini ketiga job master lainnya tak berhasil memenangkannya?”
Namun
keadaan Tuannya itu tak lantas membuat Crown terdiam begitu saja. Masih
dengan wajahnya yang pucat pasi, dan ekspresi yang penuh dengan
kecemasan, Crown bertanya kepada Eartha.
“Lantas, apakah ada sebuah cara agar kami bisa mengalahkannya?” tanya Crown.
Eartha terdiam sejenak di dalam pertanyaan Crown.
Terdiam seperti seseorang yang berusaha untuk mengingat sesuatu.
Lalu di tengah perkataan Crown yang terdengar cukup putus asa itu, akhirnya Eartha mengatakannya..
“Kurasa ada satu cara untuk mengalahkannya,” ungkapnya.
Rain tersentak di dalam perkataan Eartha,
dengan tatapan matanya yang penuh harapan,
ia memandangnya.
“Katakan! Tolong beritahu dan katakan itu pada kami!” jawab Rain.
Sejenak
Eartha terdiam seperti enggan mengatakan sesuatu. Meskipun harusnya
Eartha tahu betul karena telah mengungkapkan perkataan itu. Namun
melihat kesungguhan Rain dan tatapan mata Crown, akhirnya Eartha
mengungkapkannya.
“Kalian harus mencari pedang legenda
bernama Sword of Rebellion untuk mengalahkannya,” jelasnya, ”hanya
dengan itu kalian bisa menandinginya, sekaligus menyegel semua Entas
yang berada di dalam dunia artania ini, dan membawanya menuju ke dalam
lingkaran Abyss.”
“HAH?! SWORD OF REBELLION?!” teriak Rain.
“Tu.. tu.. tu..an..” ucap Crown tergagap sambil menggerakan kepalanya dengan gerakan tertahan di samping Rain.
Eartha
terlihat bingung di dalam reaksi mereka. Tentu saja, karena Eartha
belum mengetahuinya, bahwa benda yang bisa mengalahkan Hades dan
melenyapkan semua Entas adalah pedang milik Rain.
Namun
belum sempat keheranan Ertha terjawab, munculah sebuah hal baru yang
menakutkan yang terjadi di dalam pandangan mereka. Di awali dengan pintu
ruangan mereka yang hancur, seseorang beranjak masuk dengan perlahan di
dalam debu pintu itu.
Mula-mula, hanya bayangan seorang
yang terlihat memasuki ruang tamu tempat mereka berada itu. Namun
seiring menit berlalu, sosok itu mulai menampakan wujudnya diikuti
dengan tiupan debu yang menghilang.
Itu adalah sesosok pria dengan jubah panjang di tubuhnya sama seperti Rain. Namun pria itu sungguh sangat berbeda dengan Rain.
Tak
ada sedikit pun ekspresi yang terlihat di wajahnya. Dengan wajahnya
yang datar, ia memandang mereka. Tak hanya itu, pria ini terlihat lebih
menyeramkan lagi dengan sebuah sabit besar yang berada di dalam
genggaman tangan kanannya.
“HA..HADES?!” ucap Eartha dengan raut wajahnya yang tidak percaya.
“HADES?!” pikir Rain tersentak di dalam perkataan Eartha.
Tapi
itu barulah permulaan dari pemandangan yang tidak diinginkan Eartha.
Setelah benar-benar berhasil memastikan dan memandangannya, terjadilah
sesuatu yang mengerikan yang ditampakannya.
Pria itu menyeret Luna di dalam genggaman tangan kirinya.
Menyeretnya dengan menarik rambut Luna di dalam langkahnya.
“LUNAAA!!!” teriak Eartha di dalam pandangannya.
Memang
keadaan Luna sangat memprihatikan. Dengan sekujur badan yang penuh
dengan goresan luka, Luna terdiam tanpa bisa melakukan sedikit pun
perlawanan di dalam keadaannya.
Seketika, di tengah
teriakan Eartha yang begitu kencang, dengan cepat, Eartha berlari
mendekati pria tersebut. Tak hanya itu, di dalam keadaannya, Eartha
mulai memunculkan pedang ke dalam genggaman tangannya dan bersiap
menghunus jantung pria tersebut.
Namun sayang, di dalam
serangannya itu, pria itu dapat menghindarinya begitu saja dengan mudah.
Diikuti dengan gerakan tubuh yang ringan, pria itu berhasil
menghindarinya.
“Tidak mungkin..” pikir Rain.
Wajar
saja Rain tidak mempercayainya. Sebab meski sesaat, gerakan Eartha
terlihat melambat di dalam jangkauan pria tersebut. Meskipun seharusnya
gerakan tangan dan tusukannya itu sangat cepat dan kencang.
Lalu
di tengah keadaan yang berakhir dengan kegagalan Eartha, pria itu tak
diam begitu saja. Di dalam posisinya, pria itu mulai mengangkat kaki
kanannya. Lalu dengan cepat dan penuh tenaga pria itu menendang Eartha
yang berada tepat di hadapannya.
Eartha terhempas dan
melesat begitu saja di dalam keadaannya. Terhempas seperti barang yang
sangat ringan dan tak mempunyai berat. Seketika, dengan kencang, Eartha
terhempas dan kembali melesat tepat di dalam jangkauan Rain dan Crown.
Rain
terkejut memandangnya. Dengan raut wajahnya yang pucat, ia memandang
Eartha. Mungkin keadaan ini sangat mengejutkannya, terlebih lagi ini
berlansung terlalu cepat.Di dalam keadaannya, perlahan, wajahnya mulai
berkeringat. Namun ini bukanlah keringat biasa..
Keringat kecemasan.
Sementara
di tengah keadaan Eartha itu, crown terbelalak dengan wajahnya yang
tidak penuh kepercayaan. Tubuhnya bergetar, seolah menunjukan
ketakutannya di dalam keadaan Eartha.
Ketegangan mulai menghinggapi mereka.
Namun di tengah keadaan yang mengejutkan itu..
Eartha
terus menatap pria itu dengan wajah marahnya. Diikuti dengan sebuah
gerakan yang ringan, Eartha kembali berdiri di dalam posisi
tidurnya. Namun tak sedikit pun ia membuang pandangannya dari pria
tersebut. Masih dengan sorot matanya yang tajam, ia memandang pria itu.
Dan ketika ia hendak berlari kembali mendekatinya..
“TUNGGU, NONA EARTHAAA!!” teriak Rain.
Eartha
tertahan sejenak di dalam gerakannya yang hendak berlari. Tentu saja,
karena teriakan Rain begitu kencang, sampai-sampai Crown ikut tersentak
memandangnya.
Lalu dengan sebuah perkataan yang lugas, Rain berusaha menghentikannya.
“Kita harus memikirkan sebuah rencana terlebih dahulu sebelum menyerangnya!” ucapnya kepada Eartha.
“APA KAU BILANG!!” teriaknya kepada Rain, “KAU TIDAK LIHAT BAHWA LUNA DALAM KEADAAN BERBAHAYA!!”
Rain
terdiam mendengar semua teriakan Eartha yang begitu kencang. Namun tak
ada sedikit pun alasan bagi Rain untuk tidak menjawab pertanyaannya.
Sejenak
Rain mulai menghela nafasnya. Hal itu dilakukannya untuk menenangkan
dirinya sejenak dari keadaan yang mencemaskan mereka. Lalu setelah
berhasil menenangkan dirinya, Rain kembali berkata dengan raut wajahnya
yang tenang.
“Lihatlah itu, Nona..” tunjuknya ke arah Luna.
Di
dalam perkataan Rain, Eartha mengalihkan pandangannya menuju ke arah
Luna. Lalu seketika, di tengah keadaan itu, Eartha tersentak
memandangnya.
“Kau lihat’kan, Nona?” ungkap Rain,
“walaupun Luna terlihat tidak berdaya, namun ia masih mempunyai cukup HP
dan tetap terjaga di dalam keadaannya.”
Sama halnya
dengan Rain, untuk sejenak, Eartha berusaha menenangkan dirinya. Wajar
saja karena perkataan Rain itu terdengar cukup masuk akal
ditelinganya. Lalu dengan ekspresinya yang menyesal, Eartha
mengungkapkannya..
“Maafkan aku, Rain..” ungkapnya.
“Tidak apa-apa, Nona,” balas Rain dengan senyumannya.
Memang
Rain menyadarinya, jika menyerang dengan membabi buta itu adalah hal
yang percuma. Namun meskipun Rain berhasil menenangkan Eartha, tetap
saja mereka sama sekali belum keluar dari posisi sulitnya. Maka karena
pemikiran itulah, akhirnya Rain memutuskannya dan berkata..
“Crown,
Nona Eartha, dengarkan aku!” ungkapnya di dalam keadaan mencemaskan
itu, “aku mempunyai sebuah rencana untuk membebaskan Luna dari
genggamannya.”
Dengan ekspresi wajahnya yang ragu, Eartha memandang Rain. Mungkin semua itu karena Eartha belum begitu mengenal Rain.
Namun
itu tak membuat Crown ikut memandang Rain dengan keraguan. Dan di
tengah perkataan itu, Crown membalas perkataannya dengan ekspresi
hangat.
Tersenyum memandang Rain.
“Jadi, apa rencanamu kali ini, Tuan?” tanya crown dengan ekspresi hangatnya.
Lalu,
di dalam perkataan Crown, Rain mulai mendekatkan dirinya. Seketika ia
mulai membisikan perkataan demi perkataan yang telah direncanakannya.
Begitu juga dengan Eartha. Setelah berhasil menjelaskannya kepada Crown, Rain mendekatkan diri kepada Eartha dan membisikannya.
Namun ketika mendengarkan rencana Rain, Eartha tersentak dengan ekspresi wajahnya yang ragu dan berkata..
“Apa kau yakin akan melakukan semua itu?” tanyanya, seolah tidak percaya dengan perkataan yang diucapkan Rain.
“Aku yakin sekali dengan itu,” jawab Rain dengan senyuman.
Lalu
setelah perkataan Rain, kembali, dimulailah pertempuran yang
menegangkan. Di dalam posisinya, Crown mulai mengeluarkan rapiernya, dan
berlari mendahului Eartha dengan sangat cepat.
Melesat dengan cepat mendahului Eartha.
Tak kalah sigapnya dengan reaksi Crown, seketika di dalam posisinya, Rain mulai mengeluarkan pedangnya.
“Itu, kan?!” pekik Eartha tertahan di dalam keadaan Rain yang menggenggam pedangnya.
Namun
Rain tak sedikit pun menanggapi perkataan Eartha, apalagi
mendengarkannya. Karena pada saat ini mata Rain hanya tertuju pada
pandangannya ke arah pria misterius tersebut.
Dengan
kecepatannya yang luar biasa, Crown berlari mendekati pria itu. Lalu
sama halnya dengan Rain, Rain mulai berlari mengikuti Crown dari
belakang dengan kecepatan berlarinya yang kencang.
Crown
mulai melakukan gerakannya. Melakukan sebuah gerakan yang sangat lincah,
dan sebuah tusukan yang sangat kencang menuju ke arah jantung pria
tersebut.
Meskipun semua itu berarti harus mengurangi LP nya dan membuat pergerakan kaki beserta tangannya menjadi cepat.
Tapi
sekali lagi, pria itu dapat menghindarinya dengan mudah. Sama seperti
sebelumnya, tusukan yang penuh dengan tenaga yang dihunuskan oleh Crown
melambat sejenak ketika menyerangnya.
Dan di tengah
keadaan yang berakhir dengan kegagalan itu, ketika Pria itu
memanfaatkannya dan ingin menendang kembali Crown yang berada di
hadapannya.
Pria itu tersentak,
terkejut dengan pemandangan yang ada di depannya.
Namun sebelum pria itu sempat melakukan itu, di belakang Crown, Rain mulai melompat dari posisi berlarinya.
Dengan
sebuah lompatan yang ringan, Rain melompat mendekatinya, dan bersiap
mengayunkan pedangnya tepat di atas kepala pria tersebut.
Akan
tetapi, tetap saja, pria itu menganggap sepele perbuatan Rain itu.
Tentunya di mata pria tersebut, tindakan yang dilakukan Rain hanyalah
sebuah serangan kecil yang percuma.
Wajar saja pria itu
berpikir seperti itu, karena meskipun Rain berhasil mengayunkannya,
tentunya gerakan pedangnya akan melambat. Sama halnya seperti pada saat
Crown menghunuskan rapiernya.
Namun kenyataannya,
semua itu sudah diperhitungkan dengan matang oleh Rain.
Tanpa
perasaan ragu, Rain mulai mengayunkan pedangnya tepat di dalam
pandangannya. Sejenak di dalam keadaan itu, pria tersebut memandangnya
dengan ekpresinya yang datar.
Namun siapa yang mengira, ternyata serangan itu berhasil membuatnya terkejut dengan tatapan matanya yang tidak percaya.
Rain berhasil mengayunkan pedangnya dengan cepat.
Tidak
seperti Crown, Rain berhasil mengayunkan pedangnya dengan cepat di
dalam posisinya. Namun pria itu tak kalah cepatnya seperti Rain.
Dengan sigap, pria itu tersentak di dalam posisinya, dan lansung menahannya dengan sabit yang berada di tangan kanannya.
Namun sekali lagi kuterangkan,
Rain sudah memperhitungkan semuanya dari awal.
“NONA EARTHAAA!!” teriak Rain di tengah serangannya yang tertahan di atasnya.
Entah
sudah berapa kali pria itu terkejut melihat tindakan mereka. Tentu saja
karena pria itu sejak tadi tak melihat sedikit pun melihat Eartha di
dalam jangkauannya, apalagi memperhitungkan keberadaannya.
Namun sekarang, Eartha telah berada di sisi kirinya dan bersiap menghunus bahu pria tersebut di dalam jangkauannya.
Pertama,
pria tersebut mengira serangan yang dilancarkan Eartha itu adalah hal
yang percuma. Karena meskipun Eartha berhasil menghunusnya, tentunya
gerakan pedang tersebut akan melambat sama seperti sebelumnya.
Tapi semua pemikiran pria itu salah besar.
Masih di dalam keadaan genting pria tersebut, Eartha menghunuskan pedangnya dengan penuh tenaga, dan..
Berhasil menghunuskan pedangnya dengan cepat.
Ternyata semua hal ini telah diperhitungkan dengan matang oleh Rain. Karena Rain sebelumnya telah membacanya.
Kekuatan pedangnya.
Kekuatan
Sword of Rebellion adalah melenyapkan semua effect skill yang berada
dalam radius satu meter dari jangkauan pedangnya. Rain mengetahui itu
dan menjadikan Crown sebagai umpan untuk menyerangnya.
Rain sudah menduganya, bahwa semua gerakan yang melambat di dalam jangkauan pria tersebut adalah akibat dari effect skillnya.
Karena alasan itulah, Rain membuat Crown seolah-olah menjadi umpan di dalam pandangannya dan menyerang pada saat bersamaan.
Pria itu tersentak di dalam keadaannya. Tentu saja serangan Eartha itu sangat mengejutkannya.
Terlebih
lagi saat ini, Eartha berada di dalam posisi yang menguntungkan. Eartha
berhasil mendorong jauh tubuh pria itu bersama dengan posisinya yang
terus memegang pedangnya.
Lalu akibat tindakan Eartha itu, akhirnya mereka berhasil melepaskan gengaman tangannya yang berada di rambut Luna.
Ia melepaskan genggamannya pada Luna,
dan terdorong sangat jauh bersama dengan hentakan pedang Eartha.
Tentu
saja akibat serangan itu, pria itu mendapatkan luka yang cukup fatal di
bahu kirinya dan terhempas jauh begitu saja menuju sudut tembok yang
ada di dalam ruangan itu.
Namun semua itu hanyalah dugaan semata bagi mereka.
“Luna! Luna!” teriak Crown sambil menguncang badannya.
Namun
Luna tak sedikit pun menjawab perkataan Crown. Masih dengan keadaan
diamnya, Luna terbaring lemas di dalam posisi tidurnya.
Tapi
seiring menit berlalu, akhirnya Luna tersadar dari keadaannya. Lalu di
dalam keadaan itu, sejenak Luna melihat Crown dalam pandangan matanya
tanpa mengatakan apa pun.
Meskipun begitu, bisa dikatakan
bahwa keadaan Luna baik-baik saja. Walaupun ia tidak kunjung beranjak
dari posisinya dan menjawab Crown.
Tetapi di dalam keadaan yang terlihat sedikit melegakan itu,
kembali terjadi suatu hal yang mengejutkan mereka.
Dari kejauhan, dalam keadaan kalahnya, pria itu kembali memandang mereka. Tapi kini berbeda..
Dengan sorot matanya yang tajam,
raut wajahnya yang kesal.
Lalu seketika di tengah keadaan yang mencemaskan itu..
Pria itu menghilang dari pandangan mereka.
Menghilang seperti angin yang bertiup pelan.
“Kyaaa!” teriak Crown dari arah samping Rain.
"CROOOWN!!" teriak Rain.
Dalam
sekejap, pria itu sudah mendekati Crown yang berada di samping Rain.
Entah bagaimana caranya pria itu melakukan itu, Rain pun tak tahu.
Namun
yang pasti, tidak ada waktu untuk memikirkan semua itu. Karena di dalam
keadaannya, pria itu sudah menyerang Crown dan membuatnya terhempas
jauh menabrak dinding yang berada di belakangnya.
Kembali, Rain mencoba menyerangnya di tengah keadaan yang mengkhawatirkan itu.
Akan tetapi pada saat Rain berusaha untuk mengayunkan pedangnya tepat di dalam pandangannya..
Pedangnya terjatuh bersama dengan genggaman tangannya.
Sepertinya Rain belum cukup kuat untuk menanggung beban pedang itu.
Rain menyadarinya, bahwa keadaan itu adalah suatu kesalahan yang besar. Karena pada saat ini, Rain berada tepat di hadapannya.
Lalu
tanpa mengulur waktu, atau lengah sedikit pun, pria itu mulai
mengayunkan sabit yang berada di dalam genggamannya dan menyerangnya.
Mengayunkannya tepat di dalam pandangan Rain.
Namun di dalam keadaan yang genting itu..
Eartha
berlari dengan sangat kencang menuju ke arah Rain. Diikuti dengan
gerakan tangannya yang cepat, Eartha berhasil menahan sabit yang akan
memenggal kepala Rain.
Memang keadaan itu sedikit
melegakan hati Rain, karena jika saja Eartha terlambat menahannya,
mungkin saja Rain akan terluka parah bersama HP nya yang menurun secara
drastis.
Tetapi Rain tak tinggal diam. Di dalam keadaan
amannya, Rain kembali mencoba mengangkat pedangnya dan berusaha
menyerang dari balik celah pertahanan Eartha tersebut.
Namun semuanya berubah,
ketika mereka menyadari,
bahwa tindakan yang mereka lakukan hanyalah sia-sia.
“Line of the darkness..” ucap pria tersebut.
Seketika
di dalam ucapan pria tersebut, munculah sebuah pemandangan yang
mengerikan yang belum pernah Rain lihat sebelumnya. Dalam sekejab,
ruangan di sekitar Rain perlahan menjadi gelap dan menghilang bersama
dengan perkataan pria tersebut.
Gelap, dan sunyi,
Tanpa ada suara sedikit pun,
Lalu di dalam pandangan mata Rain yang tak bisa memandang apa pun..
Rain tersayat secara berulang-ulang.
Tanpa bisa melihat apa pun.
Apalagi melawan.
Rain
terjatuh dari posisi berdirinya. Dengan sekujur tubuh yang penuh dengan
goresan luka yang terasa menyakitkan, Rain terpaku.
Namun sekarang, Rain benar-benar tidak bisa melakukan apa pun, apalagi melawan.
Lalu
kini setelah melihat dan memastikan bar HP di dalam pandangan gelap
itu, ia melihat HP nya telah menurun drastis menjadi seperempat.
Tapi
sesungguhnya Rain tidak mengerti mengapa ini terjadi. Namun yang pasti,
yang Rain ketahui, ini adalah akibat dari sayatan sabit yang
dilancarkan pria tersebut di dalam keadaan gelap itu.
“Bagaimana cara dia menyerang di dalam kegelapan ini?” pikir Rain.
Tetapi di dalam pikiran Rain yang gusar,
keadaannya yang mencemaskan..
Seketika di tengah keadaan Rain yang mengkhawatirkan itu, kegelapan itu perlahan menghilang.
Menghilang, dan semakin menghilang secara perlahan dengan keadaan ruangan yang kembali normal dan terang.
Namun ketika memastikan pandangannya di depannya..
Eartha menahan sabit pria itu,
dengan goresan tangannya yang terurai bersama dengan serpihan data di udara.
“CEPAAAT!! PERGI DARI SINI, RAAAINNN!” teriak Eartha di dalam pandangannya.
Rain tersentak memandangnya. Dengan Raut wajahnya yang tak percaya, ia memandang Eartha dan keadaan di sekitarnya.
Kini tepat di hadapannya, di arah belakang pria tersebut, Rain melihat Crown sudah tidak berdaya di dalam posisinya.
Dengan
keadaannya yang terluka cukup parah, dan tidak berdaya, Crown tertidur
di dalam posisinya tanpa bisa bergerak sedikit pun dari keadaannya.
Terlebih lagi,
HP Crown sekarang hanya tersisa sepertiga dari keadaan sebelumnya.
Dan di tengah keterkejutan Rain dan pandangannya yang terperangah..
“CEPAAAT RAIN!! BAWA MEREKA KELUAR DARI SINI!!” teriak Eartha, “AKU TAK BISA MENAHAN INI LEBIH LAMA!”
Rain tersentak di dalam perkataannya. Seketika ia berusaha untuk bangun dan beranjak berdiri di dalam posisi jatuhnya.
Namun di saat bersamaan, pada saat melakukan tindakan itu..
“TAPI, BAGAIMANA DENGANMU, NONA?!” teriak Rain setelah berhasil berdiri dan memandang keadaan genting itu.
Di dalam keadaan itu, Eartha mengalihkan pandangannya sejenak dari wajah pria itu dan memandang Rain.
Namun kali ini, berbeda sekali dengan saat pertama kali Rain bertemu dengannya.
Eartha tersenyum dengan hangat.
Tersenyum, seolah perkataan dari Rain itu sangat menyentuhnya.
Lalu di tengah ekpresi hangatnya itu,
ia berkata..
“Kau tidak perlu mencemaskanku, Rain..” ucapnya dengan sebuah senyuman.
“Aku akan menahannya,” jelasnya kepada Rain, “sekarang cepatlah, bawa Luna dan Crown pergi dari sini!”
“Tapi..tapi..” ucap Rain di tengah ucapannya.
“SUDAAAH, CEPAAAT LAKUKAAANNN!” teriak Eartha.
Rain
berlari di dalam keadaannya. Dengan kencang, ia berlari tanpa sedikit
pun memperdulikan Eartha yang sedang menahan pria tersebut.
Namun di dalam keadaan itu, tak lupa Rain memasukan kembali Sword of Rebellion ke dalam menu invetorynya.
Masih dengan segudang pemikiran dan perasaannya yang cemas, ia berlari menuju ke arah dimana Luna beserta Crown berada.
Tapi di dalam keadaan itu, di saat Rain sudah berhasil memanggul Luna dan Crown di pundaknya, Eartha berkata..
“Dengarkan aku Rain,“ jelas Ertha di dalam posisinya, “ini adalah perkataan terakhir yang bisa kuucapkan untukmu.”
Rain
tersentak mendengar perkataan Eartha. Meski ucapannya sangat
pelan, namun perkataannya itu tidak menyenangkan untuk didengar.
Namun di tengah perkataan Eartha,
Rain hanya terdiam dan mendengarnya.
“Temukan, lalu bangkitkan Unique beserta Final skill yang terdapat di dalam pedang itu,” jelasnya, “hanya dengan itu kau bisa mengakhiri semuanya.”
Rain tersentak mendengar perkataannya.
“Tunggu dulu, apa maksud perkataanmu itu?” tanya Rain.
Namun belum sempat Eartha menjawabnya, di dalam keadaannya, Eartha mengakhirinya..
Mengeluarkan skillnya.
“Wind Storm..” ucap Eartha.
Seketika di tengah perkataannya itu, kembali, terjadilah sesuatu yang mengerikan terjadi.
Di awali dengan tiupan angin yang kencang, angin itu mulai mengelilingi tubuh Eartha berserta dengan pria tersebut.
Lalu tak lama kemudian, seiring menit berlalu, angin itu mulai berputar mengelilingi mereka, dan membentuk sebuah pusaran.
Pusaran angin yang sangat kencang..
Seperti tornado.
Namun
tak hanya sebatas itu. Di tengah keadaan pusaran yang semakin menjadi
itu, pusaran itu mulai menarik apa saja yang berada di sekitarnya, dan
membawanya masuk ke dalam perputarannya.
Tersadar dengan
keadaan berbahaya itu, Rain mulai berlari dengan cepatnya dan menjauhi
ruangan itu. Sebab kini, keadaan kerajaan sudah menjadi kacau.
Kerajaan itu bergetar dan terguncang dengan hebatnya,
diikuti dengan atap-atap yang mulai runtuh.
Tak lupa, dengan genggaman tangannya yang erat, ia memegang tubuh Crown dan Luna dan terus berlari.
Rain terus berlari meskipun di belakangnya reruntuhan itu semakin mengejarnya.
Membawanya Crown dan Luna berlari dalam posisinya dengan sangat kencang.
Lalu setelah berhasil melarikan diri dari situasi sulit itu, dan keluar dari dalam kerajaan itu..
Rain memandang kerajaan itu.
Rain tercengang memandangnya..
Dengan ekspresi wajahnya yang penuh dengan ketidak percayaan,
ia memandangnya.
Namun kini tak ada sedikit pun keindahan ketika memandangnya.
Kerajaan itu telah menghilang..
Bersama puing-puing yang telah rata dengan tanah.
Artania - Find and Feel The Sensation
Chapter 05 - END
To be continued Chapter 06 - Hard Training ( END )
- Next Chapter: To see the next chapter click here
Tidak ada komentar:
Posting Komentar